Jumat, 08 April 2016

APBN & APBD

APBN & APBD (Pengertian, Tujuan, Fungsi, Prinsip)| Secara umum, Pengertian APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu daftar/penjelasan secara rinci penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu tertentu yang umumnya 1 tahun. Sedangkan Pengertian APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah perkiraan besarnya rencana pendapatan dan belanja daerah dalam jangka waktu tertentu dalam masa akan datang yang disusun secara sistematis dengan prosedur dan bentuk tertentu. 
Pembahasan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
Berdasarkan dari UUD 1945 Pasal 23 yang berbunyi bahwa "Anggaran Pendatan dan Belanja Negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan APBN yang diusulkan oleh presiden maka pemerintah akan melaksanakan APBN tahun yang lalu. 
Adapun langkah-langkah yang mengenai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah sebagai berikut... 
a. Perencanaan 
b. Pengesahaan RAPBN oleh DPR 
c. Pelaksanaan APBN oleh pemerintah
d. Pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN oleh pemerintah kepada DPR. 

Tujuan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
Tujuan APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara yang dalam melaksanakan kegiatan produksi dan kesempatan kerja untuk meningkatkan perekonomian. 

Fungsi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
a. Fungsi Alokasi
  • Sebagai alat dalam mengetahui alokasi yang diperlukan untuk masing-masing sektor pembangunan 
  • Sebaga alat untuk mengatasi sasaran dan prioritas pembangunan yang kemudian dilaksanakan pemerintah
b. Fungsi Stabilitasi
  • Sebagai panduan keteraturan pendapatan dan belanja negara
  • Sebagai alat untuk menjaga stabilitas perekonomian negara 
  • Sebagai alat untuk mencegah dalam terjadinya inflasi dan deflasi yang tinggi 
c. Fungsi Regulasi
  • Sebagai alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
  • Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
d. Fungsi Distribusi
  • Semua penerimaan-penerimaan negara didistribusikan ke pos-pos pengeluaran yang telah direncanakan
  • Sebagai alat dalam pemerataan pengeluaran untuk tidak terpusat di salah satu sektor saja

Prinsip APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
a. Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pendapatan adalah sebagai berikut...
  • Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran 
  • Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, sewa dalam pemakaian barang-barang milik negara 
  • Penutupan ganti rugi dari kerugian yang diterima oleh negara dan denda yang sudah dijanjikan
b. Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pengeluaran negara
  • Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dari kebutuhan teknis yang telah diisyaratkan 
  • Terarah, terkendali sesuai dari rencana program/kegiatan 
  • Semaksimal mungkin dalam penggunaan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan dari segi kemampuan/potensi nasional

Azas APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
Penyusunan program pembangunan tahunan dituangkan dari APBN yang berasakan antara lain sebagai berikut...
  • Kemandirian, yaitu sumber penerimaan dalam negeri terus ditingkatkan 
  • Penghematan atau peningkatan dalam efisiensi dan juga produktivitas
  • Penajaman dalam perioritas pembangunan

Cara Penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
Dalam penyusunan APBN yang dilakukan pemerintah dalam bentuk rencana. rencana yang diajukan ke DPR, selanjutnya DPR membahas RAPBN dalam masa sidang. Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian akan ditetapkan menjadi APBN melalui Undang-Undang. Bila RAPBN tidak disetujui, pemerintah kemudian menggunakan APBN tahun sebelumnya. Agar pelaksanaan APBN sesuai terhadap rencana maka dikeluarkan keputusan presiden mengenai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pembahasan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) 
Berdasarkan dari UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah, dalam pasal 2 menyebutkan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah."

            Menurut pembagian daerah tersebut berarti APBD di tingkat provinsi yang ditetapkan secara bersama antara gubernur dengan DPRD tingkat I. APBD yang berada di tingkat kabupaten/kota ditetapkan secara bersama oleh bupati/wali kota dengan DPRD yang berada ditingkat II. APBD ditetapkan melalui Perda selambat-lambatnya dalam satu bulan setelah ditetapkan APBN.

Tujuan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) 
Tujuan APBD adalah untuk mengatur pembelanjaan daerah dari pendatan daerah yang telah direncanakan.

Fungsi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) 
·       Fungsi Otoritsasi, APBD menjadi dasar bagi Pemerintah daerah dalam melaksanakan pendapatan dan belanja di tahun yang bersangkutan 
·       Fungsi Perencanaan, APBD sebagai pedomandalam pemerintah daerah merencanakan kegiatan di tahun yang bersangkutan 
·       Fungsi Pengawasaan, sebagai pedoman untuk menilai dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan 
·       Fungsi Alokasi, sebagai pembagian yang diarahkan dengan tujuan mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 
·       Fungsi Distribusi, berarti sebagai pendistribusian yang memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 

Unsur-Unsur APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah) 
Unsur-unsur APBD adalah sebagai berikut...
a. Rencana besarnya biaya belanja dan pendapatan
b. Terdapat periodesasi/jangka waktu yaitu 1 tahun
c. Disusun dengan sistematis:
·         anggaran pendapatan dan anggaran belanja
·         anggaran belanja terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan
d. Prosedur dalam penyusunan tertentu dalam proses mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan, yaitu sebagai berikut...
  • penyusunan pra konsep oleh eksekutif
  • penyampaian ke DPRD 
  • pembahasan di DPRD 
  • penepatan anggaran

Dasar Hukum Keuangan Daerah dan APBD 
·         UU. No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Bad VIII, Pasal 78 s/d 86)
·         UU. No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangna Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
·         PP No. 105. Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Kekuangan Daerah 

Referensi : Modul Mata Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis, Dosen Pengampu : Dr. Supawi Pawenang, SE, MM., Program Studi Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Batik Surakarta, Tahun 2016.

PASAR KONSUMEN

Pasar konsumen adalah kelompok individual (perorangan maupun rumah-tangga) yang membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya, tidak untuk maksud lain.

PROFIL PASAR KONSUMEN
Informasi statistic mampu menjelaskan tentang profil pasar konsumen dengan baik. Data konsumen dapat diperoleh dari laporan-laporan atau penerbitan-penerbitan statistic yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga pemerintah misalnya BPS, BI, Pemda, dsb atau lembaga-lembaga swasta PDBI, PPM, dsb. Akan tetapi informasi pasar konsumen yang lebih sesuai dengan kebutuhan peneliti perlu dikumpulkan oleh peneliti yang bersangkutan secara langsung.
Melalui penelitian pasar (market research) secara khusus dapat dibangun profil pasar yang lebih relevan dan informative. Informasi yang baik harus dapat menjelaskan tidak hanya profil pasar saat sekarang tetapi juga profil pasar untuk masa yang akan datang.

MODEL PERILAKU KONSUMEN
Untuk menjelaskan perilaku pasar konsumen perlu dibangun model analisis yang memadai. Keputusan pembelian konsumen untuk membeli atau tidak membeli merupakan respons perilaku stimulant yang diterima konsumen. Modal yang mendasarkan pada arus proses perilaku konsumen ini sering dikenal sebagai model rangsang-tanggapan (stimulus respons model).


STIMULUS
STIMULUS PEMASARAN
Faktor-faktor stimulant aspek pemasaran meliputi seluruh kegiatan pemasaran yang ditujukan kepada pasar. Meliputi :
Aspek Produk              : kualitas, model baru, bahan yang dipergunakan, features,
                                       popularitas merk, garansi, dsb.
Aspek Harga                : harga murah, harga prestos, pemberian diskon, fasilitas kredit,
                                        dan sebagainya
Aspek Promosi            : iklan, promosi penjualan, salesgirls, publisitas.
Aspek Distribusi          : kemudahan memperoleh, window display yang menarik,
                                       kemudahan membandingkan, dan sebagainya

STIMULUS LINGKUNGAN
Kondisi Ekonomi                      : pendapatan sekarang, harapan pendapatan dimasa
                                                     depan, tingkat konsumsi, inflasi, dsb.
Perkembangan Teknologi         : inovasi produk baru, adanya barang atau kebutuhan
                                                   subtitusi atau komplementer, dsb.
Situasi Politik                           : resiko, fasilitas, kemudahan, peraturan pembatasan,
Kondisi Budaya                        : tradisi, kebutuhan sosial, strata sosial, seremonial,     
                                                     kepercayaan,
                                  

FAKTOR PENGARUH PADA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan seseorang dipengaruhi oleh faktor personal dan sosialnya. Faktor personal meliputi motivasi, persepsi, pemahaman, kepercayaan, sikap, dan kepribadian seseorang.

FAKTOR PERSONAL
MOTIVASI
Motivasi adalah dorongan internal untuk melakukan tindakan sesuatu sebagai usaha pemenuhan kebutuhan.
Manusia perlu memenuhi kebutuhan-kebutuhan:
Fisik                 : lapar, haus, seks, aktivitas, istirahat, santai, olahraga, dan sebagainya
Psikis               : agresi, preservasi, kasih saying, tanggung jawab, kebebasan, dominasi,
                           power, ekspresi diri, kebanggaan, jati diri, meniru, dan sebagainya
Hasrat             : penerimaan, afiliasi, respek, status, apresiasi, pengembangan,
                           kegembiraan, simpati, cantik, afeksi, kenikmatan, kepuasan, variasi,
                           sosialisasi, berbeda, dan sebagainya
Disamping itu, manusia juga perlu menghindari dari :
Perasaan         : kecemasan, kepedihan, tekanan, depresi, imitasi, kehilangan, kesedihan,
                           ketakutan, kesakitan, dan sebagainya


Referensi : Modul Mata Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis, Dosen Pengampu : Dr. Supawi Pawenang, SE, MM., Program Studi Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Batik Surakarta, Tahun 2016.

Pengertian, Jenis, Tujuan dan Instrumen Kebijakan Moneter

Banyak dari para ahli yang telah mendefinisikan pengertian kebijakan moneter. Sedangkan Pengertian Kebijakan Moneter Secara Umum adalah langkah-langkah yang diambil penguasa moneter (Bank Sentral atau Bank Indonesia) untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar dan daya beli uang. Kebijakan berasal dari kata bijak, ditambah dengan imbuhan ke-an. Kebijakan artinya kepandaian atau kemahiran. Moneter artinya keuangan atau mengenai keuangan. Jadi, menurut artinya katanya kebijakan moneter adalah kepandaian mengenai keuangan.
Caranya dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka, kebijakan diskonto, rasio cadangan minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan moral suasion. Melalui instrumen-instrumen tersebut akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang ini pada akhirnya akan memengaruhi kestabilan moneter agar lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Keberhasilan kebijakan moneter biasanya diukur dari peningkatan kesempatan kerja, perbaikan neraca pembayaran, dan kestabilan tingkat harga.

1. Jenis-Jenis Kebijakan Moneter 
Kebijakan moneter dibagi atas dua macam atau jenis. Jenis-Jenis kebijakan moneter adalah sebagai berikut....
  • Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy) : Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan moneter ekspansif juga disebut dengan kebijakan moneter longgar (easy money policy). 
  • Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy) : Kebijakan moneter kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). 
2. Tujuan Kebijakan Moneter 
Secara garis besar, tujuan kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan ekonomi yang ditandai dengan gairah dunia usaha dan meningkatnya kesempatan kerja. Jika dirinci tujuan kebijakan moneter adalah sebagai berikut..
  • Menjaga Stabilitas Ekonomi : Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan perekonomian yang berjalan sesuai dengan harapan, terkendali, dan berkesinambungan. Artinya, pertumbuhan arus uang yang beredar seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
  • Menjaga Stabilitas Harga : Kebijakan moneter selalu dihubungkan dengan jumlah uang beredar dan jumlah barang dan jasa. Interaksi jumlah uang beredar dengan jumlah barang dan jasa akan menghasilkan harga. Ada kalanya harga naik atau turun tidak beraturan, sehingga perubahan harga dapat memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Apabila harga cenderung naik terus-menerus, orang akan membelanjakan semua uangnya yang mengakibatkan terjadinya gejala ekonomi yang disebut inflasi.
  • Meningkatkan Kesempatan Kerja : Jika jumlah uang beredar seimbang dengan jumlah barang dan jasa, maka perekonomian akan stabil. Pada keadaan ekonomi stabil, pengusaha akan mengadakan investasi. Investasi akan memungkinkan adanya lapangan pekerjaan baru. Adanya lapangan pekerjaan baru atau perluasan usaha berarti meningkatkan kesempatan kerja. 
  • Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran : Kebijakan moneter dapat memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Jika negara mendevaluasi mata uang rupiah ke mata uang asing, harga-harga barang ekspor akan menjadi lebih murah, sehingga memperkuat daya saing dan meningkatkan jumlah ekspor. Peningkatan jumlah ekspor akan memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran. 




3. Instrumen Kebijakan Moneter
Agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai, bank sentra menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti berikut...
  • Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) : Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar modal. 
  • Kebijakan Diskonto (Discount Policy): Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan orang untuk menabung. 
  • Kebijakan Cadangan Kas : Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan cadangan kas (cas ratio). Bank umum, menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan nasabah yang tidak boleh dipinjamkan. 
  • Kebijakan Kredit Ketat : Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar didasarkan pada syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital, dan Condition of Economy. Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa diambil pada saat ekonomi sedang mengalami gejala inflasi. 
  • Kebijakan Dorongan Moral (Moral Suasion) : Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman tabungan ataupun melepaskan pinjaman. 

Referensi : Modul Mata Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis, Dosen Pengampu : Dr. Supawi Pawenang, SE, MM., Program Studi Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Batik Surakarta, Tahun 2016

Penerimaan Negara Bukan Pajak

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009.
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah, yang diperoleh dari :
  • Penerimaan perpajakan;
  • Penerimaan negara bukan pajak;
  • Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui :
  • UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
  • PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang.
Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:
  1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
  2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
  3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
  4. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
  5. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
  6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
  7. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Kementerian / Lembaga, sebagai berikut :
  • Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan);
  • Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara;
  • Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara;
  • Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
  • Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan);
  • Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah;
  • Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
Apabila jenis PNBP belum tercakup dalam jenis-jenis PNBP ini, kecuali yang telah diatur dengan Undang-undang, dapat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Tarif
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan

Pengelolan PNBP
PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah dengan perintah UU atau PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan, berdasarkan Rencana PNBP yang dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau ditagih tersebut kemudian disetorkan ke kas negara dan wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir. Untuk satker yang berstatus Badan Layanan Umum, tidak seluruh PNBP harus disetor ke kas negara, namun boleh dikelola sendiri oleh satuan kerja yang bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup diaudit.

Referensi : Modul Mata Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis, Dosen Pengampu : Dr. Supawi Pawenang, SE, MM., Program Studi Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Batik Surakarta, Tahun 2016.


Pengertian otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK.

Tujuan dibentuk OJK
OJK  dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan :
1.
 Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel
2.   Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan   
      stabil, dan
3.
  Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Fungsi
OJK mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan.

Tugas dan Wewenang
OJK mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.  kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2.  kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3.  kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
     pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Wewenang OJK
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada   
     Lembaga Jasa Keuangan;
8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
    menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
     ketentuan  peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.  menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
2.  mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
     Eksekutif;
3.  melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan   
     tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
     kegiatan jasa keuangan  sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
     undangan di sektor jasa keuangan;
4.
 memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak  
     tertentu;
5.
 melakukan penunjukan pengelola statuter;
6.
 menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7.
 menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
     terhadap  peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; dan
8. memberikan dan/atau mencabut:


Referensi : Modul Mata Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis, Dosen Pengampu : Dr. Supawi Pawenang, SE, MM., Program Studi Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Batik Surakarta, Tahun 2016.